Selamat siang, Mak! Apa
kabar hari ini? Belakangan aku ga bisa duduk di depan laptop, jadinya jarang
update blog, deh. Padahal coretan udah banyak di notes, belum lagi
tulisan-tulisan di notepad hape. L Maklumin aja ya, Mak! Aku ini emak dasteran yang sok sibuk.
*Hahaha
Mak, Mak! Pernah denger
kata ‘emotional abuse’? Kali ini, aku
mau share tentang masalah ini, ya, Mak. Emotional
abuse sebenarnya bisa terjadi dalam hubungan apapun, tapi kali ini kita
bahas emotional abuse dalam hubungan
pernikahan.
Dalam hubungan pernikahan,
pada umumnya sepasang suami-istri itu sudah berkomitmen untuk menjalani
kehidupan bersama ‘kan yah? Tapi berjalannya waktu komitmen itu ga selalu bisa
kita jaga. Bener ga, Mak?
Setiap pasangan dalam
hubungan pernikahan diharapkan dapat menjadi teman berbagi dalam suka dan duka,
namun dalam kenyataannya pernikahan tidak selalu berjalan mulus, semulus paha
cherrybelle. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan ketidak mulusan itu,
salah satu penyebabnya adalah karena adanya emotional
abuse atau kekerasan emosional.
Hubungan manipulatif ini
pada akhirnya hanya akan menyakiti salah satu ataupun kedua belah pihak dalam hubungan
pernikahan itu menjadi tidak bahagia. Bahaya, Mak!
Emotional abuse
adalah dasar dari semua kekerasan. Emotional abuse ini adalah bentuk tindak
kekerasan psikis yang tidak kasat mata. Namun memiliki andil besar dalam
menurunkan kepercayaan korbannya. Jika satu diantara kalian menjadi korban emotional abuse oleh pasangan kalian,
segeralah mencari bantuan profesional.
Secara naluriah, setiap
kita ingin mendapatkan penerimaan dari orang lain. Keinginan akan penerimaan
ini biasanya akan jauh lebih besar pada lingkungan terdekat kita. Semakin dekat
hubungan kita dengan seseorang, maka akan semakin besar pula harapan kita akan
penerimaan dari orang tersebut.
Berbicara dari sudut
pandang perempuan, sudah cukup banyak contoh di masyarakat yang kemudian viral,
akibat menjadi korban emotional abuse
oleh pasangannya dalam pernikahannya.
Sebut saja namanya Mawar,
Ibu 3 orang anak ini sering kalli mendapatkan perlakuan yang tidak enak dari
pasangannya hidupnya. Perlahan mimpinya mendapatkan sosok suami yang pengertian,
yang dapat membahagiakan ia dan anak-anaknya sirna seiring semakin memburuknya
perilaku sang suami.
Apa saja contoh emotional
abuse dalam pernikahan? Ada banyak, diantaranya adalah menghardik, memerintah
dengan kata-kata kasar dan tidak mengenakkan. Membuat Mawar merasa bersalah dan
selalu salah. Ketika berhadapan dengan suami, Mawar merasa ketakutan dan
bingung. Semakin hari hardikan dan perintah itu membuat Mawar tidak lagi nyaman
dirumah, ketakutan jika melakukan kesalahan, walaupun sebenarnya ia sudah
melakukan semua tugasnya dengan baik.
Konflik internal yang
dirasakan Mawar tidak berhenti sampai disitu, ketika malam suaminya akan
meminta untuk dilayani kebutuhan bathiniahnya, jika Mawar menunjukkan
keengganan, suaminya akan marah dan mengeluarkan kata-kata pedas, sebaliknya
jika Mawar melayani kebutuhan seksual suaminya, Mawar akan dipuja-puja. Kondisi
ini hanya berlangsung beberapa hari dan kemudian pola yang sama akan terulang
lagi.
Hati-hati jika pasangan
kamu, mengatakan hal-hal yang membuatmu
marah dan ketakutan.
Menjadi terlalu cemburu dan memberikan kamu perhatian
yang tidak pantas jika kamu melakukan percakapan dengan orang lain. Pasangan
selalu memonitor waktu dan dimana keberadaan kamu. Ga berhenti sampai di situ, pasangan juga memonitor gadget kamu, siapa yang menelpon, dan memeriksa history chat di smartphone kamu. Itu semua adalah bentuk kekesarasan psikis, dan
kamu adalah korban dari emotional abuse.
Bukan itu saja, ketika pasangan kamu membuat keputusan yang
berefek pada kehidupan kalian berdua, tapi ia tidak mengajak kamu bermusyawarah
terlebih dahulu, itu juga salah satu cabang emotional abuse yang sering
banget dilakukan para pria. Kamu dibatasi
dalam hal keuangan, seperti diberi jatah dan semua dipertanyakan, kemana saja
kamu menghabiskan uang. Hati-hati, Mak! Itu juga cabang dari emotional abuse. L
Sikapnya berulang kali melampaui batas, dan
mengabaikan kamu. Ini adalah bentuk
kekerasan psikis juga, Mak! Apakah
pasangan kamu suka melakukan ancaman meskipun secara halus, atau berkomentar negatif
dengan maksud untuk menjebak kamu atau mengendalikan kamu? Menunjukkan sikap
pengabaian dan ketidak hormatan kepada kamu sebagai pasangannya? Suka membuat
kamu menjadi bahan leluconnya? Ia sering menggunakan kata-kata kasar dan
menggoda kamu untuk membuat kamu merasa down
dan merasa buruk? Ini adalah tigkatan emotional
ebuse level parah yang harus kamu lawan dan jangan biarkan kamu menjadi
korbannya.
Emotional abuse
sering terjadi, tidak terkecuali dalam hubungan pernikahan. Hubungan
suami-istri yang seharusnya dipenuhi oleh kasih sayang , saling pengertian
ternyata juga bisa menjadi media berkembangnya emotional abuse.
Emotional abuse
dalam hubungan suami istri tak ada bedanya dengan hubungan-hubungan lain,
pembeda utamanya di sini adalah dalam hubungan suami istri hal ini menjadi
tampak kontra produktif, mengingat bahwa hubungan suami istri biasanya adalah
hubungan yang bersifat timbal-balik sehingga menjadi salah dan patut dipertanyakan,
bagaimana sebuah hubungan yang sifatnya timbal-balik dan melibatkan kerelaan
kedua belah pihak menjadi hubungan yang menyakitkan salah satu pihak dalam
hubungan tersebut?
Pada umumnya, pelaku
emotional abuse adalah mereka-mereka yang memiliki masa kecil yang tidak
bahagia, atau tidak menyenangkan. Kebutuhan akan rasa aman tidak ia dapatkan
dari keluarganya, sehingga ketika ia dewasa ia berusaha untuk menutupi rasa
tidak amannya itu dengan mendapatkan kekuasaan atas pasangannya.
Pelaku emotional abuse berusaha keras untuk
tidak mengakui manipulasi dan kontrol yang ia lakukan terhadap pasangannya,
karena bila ia mengakuinya, maka ia sama saja dengan menelanjangi dirinya
sendiri. Pelaku emotional abuse cenderung menolak kehangatan dan keterbukaan
yang ditawarkan oleh pasangannya, karena ia sendiri tidak berani mengakui
keberadaan perasaan-perasaan di dalam dirinya, ia merasa perasaan-perasaan itu
akan melemahkannya.
Ketika melakukan tindakan abuse, pelaku tidak akan memikirkan
perasaan sakit yang mungkin akan dialami oleh pasangannya karena di dalam
benaknya ia berusaha menang walaupun korban atau pasangannya tidak akan
menyadari bahwa sebenarnya telah terjadi sebuah kompetisi tidak kasat mata
diantara mereka berdua dalam hubungan pernikahan mereka.
Pola perilaku emotional abuse, berbeda dengan perilaku
KDRT (physical abuse). Pada kasus KDRT, pelaku biasanya akan meminta maaf atas
perilakunya, berjanji tidak akan melakukan lagi, walau pada kenyataannya akan
melakukannya kembali. Sedangkan pada pelaku emotional
abuse, dari awal pelaku memang tidak pernah mengakui manipulasi emosional
yang dilakukannya.
Pada kasus KDRT, korban
merasa bahwa apa yang dialaminya memang riil, karena adanya pengakuan dari pelaku
dan ada bukti fisik pada tubuh korban KDRT. Sedangkan pada emotional abuse
biasanya korban merasa bungung, cemas, dan bimbang akan perasaan yang
dirasakannya karena tidak adanya pengakuan secara langsung dari pelaku dan
memang akibat dari emotional abuse
tidak terlihat langsung.
Sebenarnya bahasan ini
sangat panjang, tapi aku akan membaginya dalam beberapa post. Mengingat ga bisa
lama-lama depan laptop untuk beberapa waktu ke depan karena urusan kesehatan.
Pembahasan ini juga erat kaitannya dengan kesehatan mental, dan akan kita bahas
di post berikutnya, ya, Mak.
Jika kamu merasa menjadi
korban kekerasan psikis, segera mencari bantuan profesional ya, Mak. Seperti
kesehatan pisik, kesehatan mental ga kalah penting untuk dijaga, Mak.